Haltersebut sudah terbukti dengan adanya enam kerajaan di Indonesia pada abad ke-5 dan ke-6 yang terletak di selatan Selat Malaka dan di pantai Sumatera tenggara serta di Jawa utara sangat ramai sebagai pusat perdagangan di Indoneisa. Pemukiman di tepi sungai merupakan salah satu ciri khas Kota Surabaya.
News Perayaan Hari Ulang Tahun Kota Makassar diperingati setiap 9 November Muhammad Yunus Selasa, 09 November 2021 1338 WIB Pegawai kebersihan Kota Makassar berpose memakai pakai adat Makassar. Memperingati HUT Kota Makassar ke- 414 tahun, Selasa 9 November 2021 [ Lorensia Clara Tambing] - Perayaan Hari Ulang Tahun Kota Makassar diperingati setiap 9 November setiap tahunnya. Hari ini, daerah yang dijuluki "Kota Anging Mammiri" ini sudah berusia 414 tahun. Riwayatnya sebagai tempat hunian manusia dimulai ketika digunakan sebagai pemukiman sederhana sejak abad ke-15. Pembangunannya berawal pada bandar di muara Sungai Tallo. Sejarah Kota Makassar dibacakan Ketua DPRD Makassar Rudianto Lallo. Saat perayaan HUT Kota Makassar di anjungan Pantai Losari, Selasa, 9 November 2021. Sebelum ditetapkan sebagai ibu kota provinsi Sulawesi Selatan dan berkembang menjadi kota terbesar di Indonesia Timur, wilayah yang saat ini dinamakan Makassar mempunyai riwayat yang sangat panjang. Baca JugaPedagang dan Pengunjung Pasar Kota Makassar Minum Kopi dan Makan Kue Taripang Pada abad ke 15, sumber Portugis memberitakan bahwa Bandar Tallo awalnya berada di bawah kekuasaan Kerajaan Siang di sekitar pada pertengahan abad XVI, Tallo bersatu dengan Kerajaan Gowa dan dikenal dengan sebutan Kerajaan Gowa Tallo. Bandar yang awalnya dibangun di Sungai Tallo, dipindahkan ke Sungai Jeneberang. Disinilah Gowa Tallo kemudian membangun pertahanan Benteng Somba Opu. Walaupun demikian, Raja Gowa ke-9 Tumaparisi Kallonna 1510-1546 diperkirakan menjadi tokoh pertama yang benar-benar mengembangkan Kota Makassar. Ia yang memindahkan pusat kerajaan dari pedalaman ke tepi pantai, mendirikan benteng di muara Sungai Jeneberang serta mengangkat seorang syahbandar untuk mengatur perdagangan. Pada masa Pemerintahan Raja Gowa XVI jugalah didirikan Benteng Rotterdam. Pada masa itu terjadi peningkatan aktivitas pada sektor perdagangan lokal, regional hingga internasional, sektor politik dan juga sektor pembangunan fisik oleh kerajaan. Baca Juga15 Orang Anggota Keluarga Lailah Ahmadi Meninggal di Makassar Dari laporan saudagar Portugal maupun catatan-catatan lontara setempat, terungkap peranan penting saudagar Melayu dalam perdagangan, berupa pertukaran hasil-hasil pertanian dengan barang-barang impor. Berita Terkait Rencana awal akan dibangun stadion berstandar internasional sulsel 1709 WIB Pemeriksaan pada liur, lidah, dan sampel darah sulsel 1107 WIB Bali United diberitakan akan menggelar dua laga uji coba jelang Liga 1 2023/2024 denpasar 1724 WIB Mobil Patwal polisi tabrak pemotor di Makassar, Sulawesi Selatan viral jadi perbincangan publik, setelah menabrak pemotor di daerah itu. serang 1157 WIB Dugaan tindak pidana korupsi yang merugikan negara sekitar Rp19 miliar sulsel 0909 WIB News Terkini Presiden Joko Widodo sempat bertanya kepada Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno News 1123 WIB Pemeriksaan pada liur, lidah, dan sampel darah News 1107 WIB Aparat keamanan harus segera turun tangan untuk memberi rasa aman kepada masyarakat News 1707 WIB Teror tidak hanya ancaman fisik tapi juga ancaman pembunuhan News 1505 WIB Dugaan tindak pidana korupsi yang merugikan negara sekitar Rp19 miliar News 0909 WIB Kasus tersebut sudah dilaporkan ke polisi News 1649 WIB Seorang Narapidana di rumah tahanan Jeneponto terbukti mengendalikan peredaran narkoba News 1509 WIB Akan menjadi rumah sakit kedelapan milik Pemprov Sulsel News 1336 WIB Warga terlibat aksi saling dorong dengan polisi News 1257 WIB Korban ditemukan tak bernyawa dengan mulut berbusa News 0959 WIB Beredar di kawasan timur Indonesia dengan jumlah cukup besar News 0945 WIB Pemenang tender tinggal menyiapkan dokumen perizinan dan dokumen daya dukung News 0938 WIB Para korban diduga mengalami kerugian hingga puluhan miliar News 1548 WIB Korban ditemukan tak bernyawa di sebuah indekos, Jalan Tamalanrea, Kota Makassar News 1348 WIB Bukan bunker narkoba yang selama ini menjadi pertanyaan publik News 1205 WIB Tampilkan lebih banyak
Sebagaisalah satu bandar ramai di kawasan timur, Malaka juga ramai dikunjungi oleh para pedagang Islam. Lambat laun, agama ini mulai menyebar di Malaka. Dalam perkembangannya, raja pertama Malaka, yaitu Prameswara akhirnya masuk Islam pada tahun 1414 M. Dengan masuknya raja ke dalam agama Islam, maka Islam kemudian menjadi › Nusantara›Perdagangan Berbuah Akulturasi... Akulturasi budaya di Makassar di antaranya lahir dari pedagang multietnis di masa lampau. Jejak pembauran ini bisa dijumpai dalam berbagai rupa dan menjadi penanda keterikatan antarwarga berbagai suku. KOMPAS/RENY SRI AYU ARMAN Ratusan orang menari bersama di Anjungan Pantai Losari, Makassar, Sulawesi ji batara bauleAti raja nakijai pa’nganroi baule Rajale alla kereaminjoAti… Ati… Ati rajaNitarima pappala’na bauleHanya ada satu TuhanAti raja, hanya kepada-Mu kami memintaApa pun itu yang sesungguhnyaAti… Ati… Ati rajaPasti akan diterima segala permintaanGenerasi muda di Kota Makassar saat ini barangkali banyak yang tidak tahu bahwa bait awal cuplikan lagu daerah Makassar ini diciptakan seorang seniman keturunan Tionghoa, Hoo Eng Djie 1906-1960. Menggunakan bahasa Makassar, lagu berjudul ”Ati Raja” istilah untuk hati yang lapang/bersih ini bercerita tentang pengakuan atas keberadaan Tuhan dan sekaligus tempat bermohon. Lagu ini sangat lekat di hati semua orang Makassar atau siapa pun yang pernah berdiam di kota ini. ”Ati Raja” bukanlah satu-satunya lagu Hoo Eng Djie, ada banyak lagu lain yang menjadi lagu daerah pecinan sebagai pusat perdagangan dan cikal bakal Kota Makassar, Sulawesi Selatan, memang memberi banyak warna dalam perkembangan kota dan juga warganya. Akulturasi dalam beragam rupa adalah salah satu hal penting yang lahir kemudian dari kawasan ini, termasuk lagu-lagu ciptaan Hoo Eng Djie tadi. Kedatangan beragam etnis di Makassar pada masa lampau, walau awalnya hanya untuk kepentingan berdagang, nyatanya melahirkan kisah pembauran. Di kawasan pecinan, kawin mawin antara etnis Tionghoa dan Bugis, Makassar, atau Melayu, kemudian melahirkan turunan peranakan. Para peranakan ini tak sekadar melanjutkan usaha moyang mereka, tapi juga menciptakan akulturasi dan harmoni. Akulturasi ini hadir di meja makan, di pesta adat, dunia berkesenian, dan banyak aspek lain Aritanto 60, budayawan Tionghoa yang menghabiskan masa kecil di tengah-tengah pecinan, masih ingat betul bagaimana setiap perayaan Maulid dia diminta mengantar telur berwarna merah dan beragam penganan ke masjid. Sejak dulu hingga kini banyak masjid di pecinan. ”Ibu saya punya usaha kue dan makanan. Setiap kali Maulid, dia akan menyempatkan waktu khusus membuat telur berwarna merah dan membuat songkolo nasi ketan, lalu meminta saya membawanya ke masjid,” SRI AYU Suasana Masjid Amanah Ende di kawasan pecinan Makassar, Selawesi Selatan, Kamis 15/7/2021. Masjid ini adalah salah satu jejak sejarah pembauran di David, moyang mereka punya tradisi membuat telur berwarna merah untuk menyambut atau memperingati kelahiran seseorang. Saat itu, pedagang Tionghoa akan ikut bersukacita merayakan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW yang diwujudkan dengan membuat mengatakan, ada banyak jenis kuliner ataupun tradisi yang sesungguhnya adalah hasil akulturasi. Coto Makassar, kue-kue tradisional, hingga ornamen pelengkap pesta pernikahan dan pakaian adat adalah sebagian juga Menikmati Akulturasi di Meja MakanKuliner memang menjadi salah satu ikon pecinan Makassar. Dari kawasan ini lahir sejumlah warung kopi tertua yang hingga kini tetap bertahan. Pemiliknya kini mengembangkan usaha dengan model waralaba hingga lahir cabang-cabang di sejumlah wilayah, termasuk di luar Makassar. Sebut saja Warkop Phoenam dan Hai goreng Sulawesi, yang juga menjadi salah satu kuliner ikonik Makassar, bermula di Jalan Sulawesi, kawasan pecinan, lebih 50 tahun lalu. Cabangnya kini menyebar di sejumlah tempat. Begitu pula jalangkote yang jadi penganan khas Makassar. Beberapa usaha jalangkote yang besar kini dikelola generasi ketiga dari kawasan A SETYAWAN Coto Makassar menjadi menu utama di rumah makan Daeng Memang di Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Rabu 5/4/2017.Siapa pun yang pernah ke Makassar pasti pernah mendengar atau mencoba kuliner mi kering. Makanan berbahan mi garing yang diberi kuah kental berisi campuran ayam, udang, dan sayuran ini diperkenalkan oleh seorang warga keturunan yang akrab dipanggil Angko Cau. Makanan hasil kreasinya ini tak hanya menjadi kuliner ikonik di Makassar, tetapi juga menginspirasi banyak pemilik restoran hingga warung kaki lima untuk mengadopsi dan menjadikannya menu juga merupakan bentuk akulturasi budaya Tionghoa dan adat lelaki dalam suku Bugis dan Makassar dengan model kerah berdiri pun punya kemiripan dengan pakaian etnis Tionghoa. Begitupun ornamen dalam pakaian adat perempuan dengan gelang berhias naga. Ada pula hiasan pelaminan yang tampak seperti burung merak, tetapi bagi orang Tionghoa adalah burung korongtigi juga merupakan bentuk akulturasi budaya Tionghoa dan Bugis-Makassar. Korongtigi ini adalah momen melepas calon pengantin untuk memulai hidup baru yang digelar dalam ritual sakral yang dihadiri kerabat dekat.”Dalam pernikahan etnis Tionghoa, kami juga menggelar malam korongtigi dengan beragam kue sebagaimana lazimnya yang dilakukan suku Bugis Makassar,” tambah ARIYANTO NUGROHO Penari dari Yayasan Belantara Budaya Nusantara ketika membawakan tari kipas pakarena dari Gowa, Sulawesi Selatan, saat Pergelaran Tari Nusantara di Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu 11/4/2021.Sejarawan Universitas Hasanuddin Dias Pradadimara mengatakan, keberadaan pedagang Tionghoa di masa lampau memang melahirkan pembauran. ”Ada banyak hal dari Tionghoa yang diadopsi dalam budaya Bugis, Makassar, maupun Melayu. Begitu juga sebaliknya. Dulu, identitas etnis sangat kuat dibandingkan mempersoalkan asal-usul,” etnis dan pembauran yang melahirkan keterikatan erat ini, sayangnya, pernah ternoda saat terjadi beberapa kali konflik berbau etnis di Makassar. Ini terutama saat pemerintahan Orde Baru.”Orang kemudian melihat etnis Tionghoa hanya dari satu sisi, padahal di antara mereka pun sebenarnya banyak konflik dan persaingan hingga faksi,” kata Dias. Ini yang kemudian membuat harmoni seolah pudar dan etnis Tionghoa terkesan menjadi juga Akulturasi Memperkaya BudayaSoal ini, sejarawan Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, Yerry Wiryawan, mengatakan akulturasi yang baru mestinya bisa dibuat lagi. ”Akulturasi yang ada saat ini adalah peninggalan masa lalu. Mestinya bisa dikreasikan dan diciptakan lagi hingga terus ada yang baru. Bisa membuat kuliner, lagu, film, apa pun,” mengatakan, perihal memperbarui dan menciptakan akulturasi baru adalah sesuatu yang niscaya. Makassar adalah kota yang dicintai semua warganya, tak peduli latar belakang. Sejatinya, kebanggaan dan kecintaan ini adalah modal utama untuk melahirkan keterikatan yang lebih erat lagi. EditorMohamad Final Daeng
Salahsatu contoh artritis yang terkenal adalah rematik. 4. Ankilosis / Ankylosis Demak tampil sebagai pusat penyebaran Islam. Raden Patah kemudian membangun sebuah masjid yang megah, yaitu Masjid Demak. Hasanuddin bercita-cita menjadikan Makassar sebagai pusat kegiatan perdagangan di Indonesia bagian Timur. Hal ini merupakan ancaman
Daftar isi1. Letak Kerajaan yang Strategis2. Pelabuhan Transit Terbesar di Indonesia Timur3. Politik Sultan Agung yang bersifat Agraris dan non maritim4. Jatuhnya Malaka ke tangan PortugisKerajaan Makassar adalah kerajaan yang berdiri pada abad ke-16 Masehi dan mulanya terdiri dari dua kerajaan yaitu Kerajaan Gowa dan Tallo. Kerajaan Makassar merupakan kerajaan maritim yang berperan besar sebagai pusat perdagangan di Indonesia bagian kerajaan Makassar sangat strategis karena berada dijalur lalu lintas pelayaran antara Malaka dan Maluku, hal ini yang menarik banyak minat para pedagang untuk singgah di pelabuhan kerajaan Makassar dalam sejarah perdagangan Indonesia ini didukung dengan beberapa faktor-faktor. Berikut ini faktor-faktor yang mendukung peran kerajaan Makassar dalam sejarah perdagangan Letak Kerajaan yang StrategisFaktor utama dari peran kerajaan Makassar dalam sejarah perdagangan Indonesia yaitu letak kerajaan Makassar yang sangat strategis untuk perdagangan. Kerajaan Makassar terletak di jalur lalu lintas pelayaran antara Malaka dan Maluku, dan berada di tengah-tengah jalan perdagangan nasional serta pada masa kerajaan Hindu, selat makassar juga sudah menjadi jalan perdagangan Pelabuhan Transit Terbesar di Indonesia TimurSelain Letak kerajaan Makassar yang strategis, daerah Makassar juga memiliki syarat-syarat yang baik untuk membangun Pelabuhan, karena terletak di muara sungai dan di depannya terdapat gugusan pulau yang bisa melindungi pelabuhan dari angin dan juga gelombang kerajaan Makassar membangun pelabuhan transit terbesar di Indonesia Timur yang menarik minat para pedagang untuk singgah di pelabuhan Politik Sultan Agung yang bersifat Agraris dan non maritimFaktor selanjutnya yang mendukung peran kerajaan Makassar dalam sejarah perdagangan di Indonesia yaitu karena politik Sultan Agung yang bersifat agraris DNA non maritim. Hal tersebut banyak melemahkan armada laut di pantai Utara Jawa, sehingga perdagangan juga ikut melemah. Akhirnya para pedagang banyak berpindah ke daerah lain salah satunya kerajaan Makassar4. Jatuhnya Malaka ke tangan PortugisJatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada tahun 1511 Masehi juga menjadi salah satu faktor yang menjadikan kerajaan Makassar berperan dalam perdagangan di ini yang menyebabkan banyak orang memindahkan tempat perdagangan ke daerah-daerah yang belum dikuasai oleh bangsa asing, yaitu Kerajaan 4 faktor yang menjadikan kerajaan Makassar berperan besar dalam perdagangan di Indonesia bagian sebagai pusat perdagangan Makassar berkembang sebagai pelabuhan internasional dan banyak disinggahi oleh pedagang-pedagang asing seperti Portugis, Inggris dan sebagainya yang berdatangan untuk berdagang di pelayaran dan perdagangan di Makassar diatur berdasarkan hukum niaga. Dengan adanya hukum niaga ini, perdagangan di daerah kerajaan Makassar menjadi lebih teratur dan mengalami perkembangan yang semakin Makassar dipimpin oleh I mangu’rangi Daeng Manrabia setelah memeluk agama islam mendapatkan gelar Sultan Alauddin dan dibantu oleh I Mallingkaang yang lebih dikenal dengan nama Karaeng Matoaya dari kerajaan Tallo mendapatkan gelar Sultan Abdullah yang dipercaya sebagai patih kerajaan Makassar mulai dimasuki oleh agama Islam berawal dari kedatangan para ulama dari Sumatera yang bernama Datuk Ri Bandang, dan Datuk Sulaiman. Pada tahun 1605, kerajaan Makassar mendapatkan sebutan kesultanan Makassar setelah kedatangan para ulama tersebut.
Malakasebagai pusat perdagangan terbesar di pendidikan Islam di Jawa, yaitu pesantren lebih Ini pulalah salah satu dan E.J. Brill, 1921. hal. 227-243. (dari sekian banyak) penyebab munculnya pembatalan kedudukan Makassar sebagai zona perdagangan Selat Malaka. Selain itu, pelabuhan bebas (1 Agustus 1906). menurut kajian Hall (1985

Tata Kelola Pasar Tradisional di Kota Makassar masih terkesan semraut kumuh dan becek sehingga pasar tradisional tidak mampu bersaing dengan perkembangan pasar modern. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis Tata Kelola Pasar Tradisional Berdaya Saing di Kota Makassar dari aspek perlindungan dan pemberdayaan pasar tradisional. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui, wawancara, observasi, telaah dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tata kelola pasar tradisional di Kota Makassar ditinjau pada aspek perlindungan pasar tradisional belum berjalan dengan efektif. lokasi usaha atau pasar yang sulit diakses sehingga pedagang kadangkala lebih memilih berjualan di pinggir. Selain itu, juga disebabakan karena masih lemahnya keberpihakan pemerintah daerah terhadap para pedagang di pasar tradisional. Sementara pada aspek pemberdayaan pasar tradisional juga belum berjalan dengan efektif. Hal ini ditandai dengan masih rendahnya pembinaan yang dilakukan oleh pihak PD Pasar Makasasr Raya terhadap para pedagang. Oleh sebab itu, peneliti menyarankan agar pihak PD Pasar Makassar Raya perlu mengidentifikasi ulang terkait dengan kebutuhan pengelola yang akan ditempatkan pada setiap pasar. Selanjutnya dengan pembangunan gedung yang layak dan penyediaan lahan parkir serta menata ulang konsep penataan posisi lods sehingga tidak ada lagi pedagang yang berjualan di pinggir jalan dan pelataran. Sistem kerja pegawai terutama petugas kebersihan perlu diubah agar bekerja setiap 2 jam untuk membersihkan area. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free JIAP Jurnal Ilmu Administrasi Publik ISSN 2339-2932 FISIP UM Mataram Vol. 9 No. 1 Maret 2021, Hal. 48-59 PENATAAN PASAR TRADISIONAL BERDAYA SAING DI KOTA MAKASSAR Syaharuddina1, Zaldi Rusnaedyb2, Anirwanc3 a Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Pancasakti, Makassar, 92323 b Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Pancasakti, Makassar, 92323 c Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Pancasakti, Makassar, 92323 1syaharuddin007 2 makezaldy Riwayat Artikel Diterima 05-11-2020 Disetujui 21-02-2020 Dipublikasikan29-03-2021 Abstrak Tata Kelola Pasar Tradisional di Kota Makassar masih terkesan semraut kumuh dan becek sehingga pasar tradisional tidak mampu bersaing dengan perkembangan pasar modern. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis Tata Kelola Pasar Tradisional Berdaya Saing di Kota Makassar dari aspek perlindungan dan pemberdayaan pasar tradisional. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui, wawancara, observasi, telaah dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tata kelola pasar tradisional di Kota Makassar ditinjau pada aspek perlindungan pasar tradisional belum berjalan dengan efektif. lokasi usaha atau pasar yang sulit diakses sehingga pedagang kadangkala lebih memilih berjualan di pinggir. Selain itu, juga disebabakan karena masih lemahnya keberpihakan pemerintah daerah terhadap para pedagang di pasar tradisional. Sementara pada aspek pemberdayaan pasar tradisional juga belum berjalan dengan efektif. Hal ini ditandai dengan masih rendahnya pembinaan yang dilakukan oleh pihak PD Pasar Makasasr Raya terhadap para pedagang. Oleh sebab itu, peneliti menyarankan agar pihak PD Pasar Makassar Raya perlu mengidentifikasi ulang terkait dengan kebutuhan pengelola yang akan ditempatkan pada setiap pasar. Selanjutnya dengan pembangunan gedung yang layak dan penyediaan lahan parkir serta menata ulang konsep penataan posisi lods sehingga tidak ada lagi pedagang yang berjualan di pinggir jalan dan pelataran. Sistem kerja pegawai terutama petugas kebersihan perlu diubah agar bekerja setiap 2 jam untuk membersihkan area. Abstract The management of traditional markets in Makassar City still seems disheveled and muddy, so that traditional markets are unable to compete with modern market developments. Therefore, the purpose of this study is to determine and analyze the Management of Competitive Traditional Markets in Makassar City from the aspects of protection and empowerment of traditional markets. The research method used is a qualitative method.. Furthermore, observations were made on the condition of Pa'Baeng-Baeng Market, Toddopuli Market, and Eggplant Market and reviewed the documents by conducting an in-depth review of the report documents, regulations. The results showed that the management of traditional markets in Makassar City in terms of protection of traditional markets has not been effective. business locations or markets that are difficult to access, so traders sometimes prefer to sell on the side. In addition, it is also caused by the weakness of the local government in favor of traders in traditional markets. Meanwhile, the aspect of empowering traditional markets has not been effective. This is indicated by the lack of guidance carried out by PD Pasar Makasasr Raya for traders. Therefore, the researcher suggests that PD Pasar Makassar Raya needs to re-identify the needs of managers who will be placed in each market. Furthermore, with the construction of a proper building and provision of parking space and rearranging the concept of structuring lods positions so that there are no more traders selling on the side of the road and the yard. The work system for employees, especially cleaners, needs to be changed so that they work every 2 hours to clean the area. Kata Kunci 1. Penataan Pasar Tradisional 2. Peningkatan Daya Saing Keywords 1. Traditional Market Arrangement 2. Increasing Competitiviness ——————————  —————————— 2 JIAP Jurnal Ilmu Administrasi Publik Vol. 9, No. 1, Maret, 2021 48-59 PENDAHULUAN Pasar tradisional merupakan salah satu fasilitas umum yang keberadaannya sangat penting dan dibutuhkan oleh masyarakat, khususnya untuk memenuhi salah satu kebutuhan pokok manusia, yaitu dalam hal pangan dan sandang. Oleh karena itu, pasar tradisional harus mampu memenuhi kebutuhan masyarakat baik produk jualan maupun penyediaan sarana dan prasarana yang memadai serta kondisi kebersihan agar mampu berdaya saing dengan pasar modern yang kini berkembang cukup pesat. Pada umumnya seseorang memilih tempat untuk berbelanja dengan mementingkan kebersihan dan kenyamanan sebagai dasar pertimbangan beralihnya tempat berbelanja Wasilah, dkk, 2017. Hasil penelitian Syahribulan 2012 menjukkan bahwa perkembangan pasar tradisional dan pasar modern dengan merujuk pada berbagai indikator yang ada menunjukkan bahwa pada umumnya pasar modern dalam berbagai ranah indikator tetap mempunyai perkembangan usaha jauh lebih besar dibandingkan dengan pasar tradisional. Indikator kebersihan seringkali disimpulkan sebagai bagian paling dominan yang membedakan antara pasar modern dan pasar tradisional. Demikian pula dari sisi managemen pasar tradisional seringkali dikelola secara tradisional sedangkan pasar modern cenderung dikelola dengan manajemen modern. Lebih lanjut hasil penelitian Anirwan dan Ismail, 2018 menjukkan bahwa implementasi kebijakan pasar tradisional di Kota Makassar sebatas penataan pelaku usaha pasar tradisional dan rehabilitasi fisik bangunan pasar tradisional, namun tidak disertai dengan standarisasi pengelolaan pasar tradisional yang jelas, karena fasilitas pasar tradisional kurang layak, kelayakan barang dagangan masih bersih dan segar, fisik bangunan kurang layak, lokasi bangunan pasar tradisional banyak yang berdekatan dengan pasar modern, lingkungan yang masih becek, kumuh, semraut. Kemudian hasil penelitian Asmah, 2018 menemukan bahwa Perda No 15 Tahun 2009 belum berjalan efektif karena belum mengatur zona antara pasar modern dan pasar modern yang lain dan jarak antara pasar modern dengan pasar tradisional serta belum mengatur jam operasi pasar modern. Pasar modern seperti supermarket dan minimarket saat ini menjadi alternatif pilihan sebagian besar masyarakat Kota Makassar. Hal ini disebabkan karena masyarakat merasa lebih nyaman dan aman dengan penyediaan sarana dan prasarana yang memadai serta kebersihan area toko dan barang jualannya dibandingkan berbelanja di pasar tradisional. Hasil pengamatan awal yang secara acak mewawancarai masyarakat yang berbelanja pasar modern pada beberapa tempat, secara keseluruhan mengatakan bahwa harga barang jualan di pasar tradisional pada dasarnya lebih murah namun karena kondisinya yang kumuh, kotor, semrawut, bau dan tidak tertata sehingga lebih memilih berbelanja di pasar modern meskipun harganya lebih mahal. Selain itu, masih banyak pedagang pasar tradisional belum mendapatkan kepastian hukum hak sewa serta jaminan usaha pedagang belum jelas yang sewaktu-waktu dapat digusur, kurangnya subisidi pemerintah bagi pedagang untuk menjamin keberlangsungan usahanya, dan kurangnya pelatihan wirausaha untuk meningkatkan penghasilan pedangang sehingga belum mampu bersaing dengan pasar modern 3 Pasar tradisional apabila dikelola dan dikembangkan lebih jauh memiliki potensi untuk dapat bersaing dengan pasar-pasar modern. Dari sisi harga produk yang diperdagangkan misalnya, pasar tradisional lebih unggul dibanding pasar-pasar modern. Pasar tradisional tidak kalah saing dengan pasar modern, namun pasar tradisional tidak mampu bersaing dengan pasar modern karena pengelolaan pasar tradisional lebih mengedepankan pemungutan retribusinya dibandingkan pengembangannya. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui, wawancara, observasi, telaah dokumen. Wawancara mendalam terhadap informan penelitian dilakukan untuk menggali informasi terkait permasalahan pokok penelitian. Wawancara mendalam dilakukan terhadap Kepala Perusahaan Daerah PD Pasar Raya Kota Makassar, Kepala Bidang Perusahaan Daerah PD Pasar Raya Kota Makassar, Pengelola Pasar Tradisional Pa’Baeng-Baeng, Pengelola Pasar Tradisional Toddopuli, Pengelola Pasar Tradisional Terong, Pedagang Pasar Tradisional Pa’Baeng-Baeng, Pedagang Pasar Tradisional Toddopuli, Pedagang Pasar Tradisional Terong, selanjutnya observasi dilakukan terhadap kondisi Pasar Tradisional Pa’Baeng-Baeng, Pasar Tradisional Toddopuli, Pasar Tradisional Terong dan telaah dokumen dilakukan dengan melakukan kajian mendalam dokumen-dokumen laporan, peraturan-peraturan yang terkait dengan permasalahan penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007, menyebutkan bahwa pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta berupa tempat usaha yang berbentuk toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan melalui proses jual beli barang dagangan dengan tawar-menawar. Lebih lanjut dalam Permendagri menyebutkan bahwa pemerintah pusat dalam hal ini adalah Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota baik sendiri maupun secara bersama-sama melakukan pemberdayaan terhadap pengelolaan pasar rakyat pasar tradisional dalam rangka meningkatkan daya saing. Peningkatan daya saing yang dimaksud diantaranya adalah peremajaan atau revitalisasi bangunan pasar rakyat pasar tradisional, penerapan manajemen pengelolaan yang profesional, penyediaan barang dagangan dengan mutu yang baik dan harga yang bersaing; dan/atau, fasilitasi proses pembiayaan kepada para pedagang pasar guna modal kerja dan kredit kepemilikan tempat usaha. Fungsi dan peran pasar tradisional yang strategis dalam peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja, maka perkembangan pasar tradisional harus menjadi proritas dalam pembangunan sektor perdangangan. Oleh karena itu, perlu adanya upaya-upaya perlindungan dan pemberdayaan pasar tradisional dalam rangka peningkatan daya saing pasar tradisional. Kementerian Perdagangan 2008 dalam bukunya “Pasar Tradisional yang Modern” mengatakan bahwa upaya-upaya perlindungan dan 4 JIAP Jurnal Ilmu Administrasi Publik Vol. 9, No. 1, Maret, 2021 48-59 pemberdayaan pasar tradisional dalam rangka peningkatan daya saing pasar tradisional adalah sebagai berikut 1 pembinaan terhadap pedagang pasar tradisional, yaitu a pembinaan disiplin pedagang pasar tradisional, b melakukan edukasi terhadap pedagang pasar tradisional, c peningkatan pengetahuan dasar bagi para pedagang; 2 peningkatan profesionalisme pengelolaan pasar tradisional, yaitu a penerapan manajemen pasar yang lebih profesional dengan struktur organisasi dan deskripsi tugas yang jelas untuk setiap jabatan, b memiliki Standard Operating Procedure SOP manajemen pasar, c memiliki indikator keberhasilan pengelolaan pasar. Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 15 Tahun 2009 Pasal 2 menyebutkan bahwa penyelenggaraan perlindungan, pemberdayaan pasar tradisional dan penataan pasar modern, dilaksanakan berdasarkan atas asas a kemanusiaan, b keadilan, c kasamaan kedudukan dan kemitraan, d ketertiban dan kepastian hokum, e kelestarian lingkungan, f kejujuran usaha dan persaingan sehat fairness. Lebih lanjut dalam Pasal 3 disebutkan bahwa perlindungan, pemberdayaan pasar tradisional dan penataan pasar modern, bertujuan untuk a memberikan perlindungan kepada usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi serta pasar tradisional, b memberdayakan pengusaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi serta pasar tradisional pada umumnya, agar mampu berkembang, bersaing, tangguh, maju, mandiri, dan dapat meningkatkan kesejahteraannya, c mengatur dan menata keberadaan dan pendirian pasar modern di suatu wilayah tertentu agar tidak merugikan dan mematikan pasar tradisional, mikro, kecil, menengah, dan koperasi yang telah ada dan memiliki nilai historis dan dapat menjadi aset pariwisata, d terselenggaranya kemitraan antara pelaku usaha pasar tradisional, mikro, kecil, menengah dan koperasi dengan pelaku usaha pasar modern berdasarkan prinsip kesamaan dan keadilan dalam menjalankan usaha di bidang perdagangan, e mendorong terciptanya partisipasi dan kemitraan publik serta swasta dalam penyelenggaraan usaha perpasaran antara pasar tradisional dan pasar modern, f memberikan rasa aman dan kepastian hukum bagi usaha mikro kecil , menengh, koperasi serta pasar tradisional dan pasar modern dalam melakukan kegiatan usaha; mendorong kepada usaha mikro, kecil, menengah, koperasi serta pasar tradisional dan pasar modern dalam melakukan pelestarian lingkungan dan menjaga kebersihan di sekitar usaha, g mendorong kepada usaha mikro, kecil, menengah, koperasi serta pasar tradisional dan pasar modern dalam melakukan pelestarian lingkungan dan menjaga kebersihan di sekitar usaha, h mewujudkan sinergi yang saling memerlukan dan memperkuat antara pasar modern dengan pasar tradisional, usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi agar dapat tumbuh berkembang lebih cepat sebagai upaya terwujudnya tata niaga dan pola distribusi nasional yang mantap, lancar, efisien dan berkelanjutan. Lebih lanjut dalam Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 15 Tahun 2009 Pasal 21 ayat 4 menyebutkan bahwa Pemerintah daerah berkewajiban memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada pasar tradisional dan pelaku-pelaku usaha yang ada di dalamnya termasuk kejelasan dan kepastian hukum tentang status hak pakai lahan pasar. Kemudian dalam Pasal 21 ayat 8 menyebutkan bahwa dalam rangka memberikan perlindungan dan pemberdayaan pasar tradisional, usaha mikro, kecil, menengah, koperasi, Pemerintah daerah mengatur dan melakukan pembinaan terhadap pelaku ekonomi sektor 5 informal agar tidak mengganggu keberlangsungan dan ketertiban pasar tradisional. Dalam penelitian ini fokus kajiannya adalah perlidungan pasar tradisonal dan pemberdayaan pasar tradisional. Perlindungan Pasar Tradisional Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 15 Tahun 2009 Pasal 1 ayat 4 menyebutukan bahwa perlindungan adalah segala upaya pemerintah daerah dalam melindungi pasar tradisional, usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi dari persaingan yang tidak sehat dengan pasar modern, toko modern dan sejenisnya, sehingga tetap eksis dan mampu berkembang menjadi lebih baik sebagai layaknya suatu usaha. Lebih lanjut dalam Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 15 Tahun 2009 Pasal 21 ayat 5 yang menyebutkan bahwa dalam melakukan perlindungan kepada pasar tradisional, usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi serta pelaku-pelaku usaha yang ada di dalamnya, pemerintah daerah berkewajiban memberikan perlindungan dalam aspek a lokasi usaha yang strategis dan mudah dijangkau, b adanya kepastian hukum dan jaminan usaha bagi para pedagang, serta c kepastian hukum dalam status hak sewa, untuk menjamin keberlangsungan usaha, jika terjadi musibah yang menghancurkan harta benda yang diperdagangkan. Perlindungan terhadap eksistensi pasar tradisional mutlak untuk dilakukan dengan melakukan upaya untuk mensinergikan kekuatan pasar modern dengan kelemahan pasar tradisional. Keberadaan pasar modern harus dapat menjaga eksistensi pasar tradisional dan bukan sebaliknya. Melalui pengaturan pola hubungan pasar modern dengan pasar tradisional, diharapkan ekspansi dan perkembangan pasar modern bukan lagi merupakan ancaman terhadap eksistensi pasar tradisional. Sehingga hukum yang berbentuk peraturan perundangan tersebut mampu mewujudkan perlindungan terhadap pasar tradisional. 1. Lokasi usaha yang strategis dan mudah dijangkau Keberadaan pasar tradisional yang terus tumbuh dan berkembang menjadi prioritas utama masyarakat dalam pemilihan lokasi pusat berbelanja. Perkembangan pasar tradisional dapat mendorong permintaan terhadap pasar tradisional lain. Namun jika pembangunan lokasi pasar yang tidak strategis akan menjadikan pasar tradisional tergerus oleh pasar modern, bahkan pasar tradisional lambat laun akan mati. Olehnya itu, lokasi usaha pasar tradisional harus berada pada lokasi yang strategis sehingga pasar tradisional dapat bersaing dengan pasar modern. Analisis hasil penelitian menunjukkan bahwa pihak Perusahaan Daerah Parkir PD Pasar Makassar Raya Kota Makassar melakukan penataan pedagang pada setiap pasar berdasarkan zonasi. Penataan tersebut agar lebih memudahkan para pengunjung dalam pencarian terhadap segala jenis belanjaannya. Hal tersebut dilakukan mengingat bahwa setiap pasar tradisional terdapat penjual ikan dan daging. Tentu jenis jualan tersebut memiliki sampah yang lebih banyak dan dapat mengakibatkan kawasan sekitarnya menjadi bau dan becek sehingga tidak boleh digabung dengan penjual pakaian yang harus ditempatkan pada kawasan kering. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa pihak PD Pasar Makassar Raya telah melakukan penataan para pedagang dalam setiap pasar. Hanya saja memang kadangkala penjual yang kurang mengindahkannya. Sebagian pedagang lebih memilih menggunakan pelataran sebagai tempat 6 JIAP Jurnal Ilmu Administrasi Publik Vol. 9, No. 1, Maret, 2021 48-59 jualannya daripada menggunakan lodsnya. Bahkan sebagian diantaranya rela memilih berjualan pada bahu jalan sebagai tempat jualannya. Hasil observasi peneliti yang dilakukan pada Pasar Terong, Pasar Toddopuli dan Pasar Pa’baeng-baeng, semua menunjukkan tingginya kemacetan pada area pasar tersebut. Hal tersebut disebabkan karena sebagian masyarakat pembeli lebih memilih berbelanja di bahu jalan dari pada di dalam pasar. Bahkan sebagian besar diantaranya justru lebih memilih berbelanja di atas kendaraannya motor dan mobil daripada mencari parkiran terlebih dahulu kemudian berbelanja kebutuhannya. Selain keluhan terkait denga lokasi yang jauh, masyarakat dan pedagang juga mengeluhkan terkait dengan penyediaan parkiran yang belum memadai. Pada dasarnya posisi sebagai “masyarakat” berada pada posisi dilema. Hal tersebut mengingat adanya keinginan yang berbelanja dengan cepat, namun menimbulkan macet karena berhenti pada badan jalan. Di sisi lain, masyarakat ingin memarkir kendaraannya, namun fasilitas parkir yang kurang memadai dan kalaupun ada parkiran yang didapat maka dapat diapstikan bahwa tempat parkiran tersebut jauh dari lokasi pasar. 2. Adanya kepastian hukum dan jaminan usaha bagi para pedagang Supaya pasar tradisional tidak terus terpinggirkan, maka salah satu instrumen yang diperlukan untuk menata dan mengelola pasar tradisional adalah melalui instrument hukum. Di sini diperlukan kemauan, komitmen dan tanggung jawab negara untuk itu, dalam hal ini pemerintah daerah melalui Perusahaan Daerah Pasar untuk memberikan perlidungan hukum bagi pelaku pasar tradisional. Analisis hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dasarnya penentuan retribusi para pedagang di setiap pasar khususnya pada Pasar Terong, Pasar Toddopuli, dan Pasar Pa’baeng-baeng hanyalah digunakan untuk operasional semata. Retribusi yang dibebaankan kepada pedagang adalah retribusi harian yang dibayar setiap hari kepada kolektor, retribusi bulanan yang dibayarkan kepada kolektor dan pajak tahunan yang dibayarkan oleh pedagang yang memiliki lods. Selain itu, adanya kecemasan oleh salah satu pengelola pasar di Kota Makassar khususnya Pasar Pa’baeng-baeng. Hal tersebut mengingat menjamurnya pasar modern toko swalayan yang lokasinya sangat berdekatan dengan pasar tradisional. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2012 tentang Pengelolaan dan Pemberdayaan Pasar Tradisional mempunyai tujuan untuk mendorong pasar tradisional agar mampu berkompetisi dan berdaya saing dengan pusat perbelanjaan dan toko modern diperlukan pengelolaan dan pemberdayaan pasar tradisional secara professional. Adapun ruang lingkup pengaturannya meliputi pengelolaan dan pemberdayaan pasar tradisional yang dimiliki, dibangun dan/atau dikelola oleh Pemerintah Daerah. Dalam peraturan Presiden yang telah disebutkan di atas ditentukan, bahwa dalam rangka penyelenggaraan penataan dan pengelolaan terhadap pasar tradisional dan pasar modern harus mengacu pada rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan rencana detail tata ruang kabupaten/kota termasuk peraturan zonasinya. Selain itu, pendirian pasar modern harus memperhatikan keadaan sosial ekonomi masyarakat setempat dan memperhatikan jarak antara pasar modern dan pasar tradisonal yang telah ada 7 sebelumnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat 1 dan 2, Pasal 3 ayat 1 dan Pasal 4 ayat1 Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007. Sejalan dengan Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 15 Tahun 2009 menyebutkan bahwa Lokasi pendirian pasar tradisional wajib mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kota, dan Rencana Detail Tata Ruang Kota, termasuk peraturan zonasinya. Padahal telah kita ketahui bersama bahwa hadirnya Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 secara langsung dapat menjamin kelangsungan usaha pasar tradisional karena pada peraturan tersbut diatur tentang ketetuan jarak yang diperbolehkan berdirinya pasar modern pada sekitar area pasar tradisional. Selain itu, kebijakan tersebut juga juga mengatur tentang jarak minimal yang diperbolehkan antara sesama pasar modern. Hanya saja di Kota Makassar ini sepertinya kurang diindahkan oleh Pemerintah Kota. Hal tersebut mudahnya menerbitkan perizinan bagi pelaku usaha pasar modern mini market meskipun tidak sesuai dengan ketentuan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 dan Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 15 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Pasar Tradisional dan Penataan Pasar Modern di Kota Makassar. Oleh karena itu, hadirnya pasar tradisional dan pasar modern secara berdampingan memang memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat untuk berbelanja pada pasar modern atau pasar tradisional. Namun secara logika, pilihan masyarakat untuk memilih pasar modern sebagai tempat berbelanja karena konsep yang ditawarkan sangat berbeda, pasar tradisional mengedepankan pada prinsip persetujuan harga karena adanya proses tawar menawar sementara pada pasar modern lebih mengedepankan prinsip pelayanan yang memuaskan meskipun harga kadangkala lebih tinggi daripada harga pada pasar tradisional. 3. Kepastian hukum dalam status hak sewa Penataan dan pengelolaan terhadap pasar tradisonal dan pasar modern didasarkan pada ketentuan di atas diharapkan untuk dapat melindungi dan memberdayakan pasar tradisional di tengah semakin berkembangnya usaha perdagangan eceran dalam skala kecil dan menengah, usaha perdagangan eceran modern dalam skala besar. Dengan pemberdayaan terhadap pasar tradisional tersebut kiranya pasar tradisional dapat tumbuh dan berkembang di tengah perkembangan pasar modern, sehingga keduanya, saling memerlukan, saling memperkuat, serta saling menguntungkan dalam memajukan perekonomian masyarakat. Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 di atas memberi kewenangan kepada daerah untuk menata dan mengelola pasar tradisional maupun pasar modern agar kedua pasar ini tidak saling menyingkirkan dan mematikan, tetapi kedua pasar tersebut saling mendukung dan menjadi mitra strategis dalam menunjang pembangunan dan menopang pertumbuhan ekonomi baik di daerah dan nasional. Lebih lanjut dalam Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 15 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Pasar Tradisional dan Penataan Pasar Modern di Kota Makassar menyebutkan bahwa penyelenggaraan pusat perdagangan atau bentuk pasar modern lainnya, dapat dilakukan dengan menempatkan pasar modern dan pasar tradisional dalam satu lokasi berdasarkan konsep kemitraan. 8 JIAP Jurnal Ilmu Administrasi Publik Vol. 9, No. 1, Maret, 2021 48-59 Analisis hasil penelitian menunjukkan bahwa sampai saat ini belum adanya sistem penjaminan oleh pihak pengelola kepada pihak pedagang, baik jaminan kesehatan maupun jaminan asuransi bagi barang dagangannya. Namun demikian, para pedagang diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mencari pihak ketiga sebagai mitra untuk jaminan tersebut. Pihak PD Pasar Makassar Raya dan pihak pengelola pada setiap pasar khususnnya Pasar Terong, Pasar Toddopuli, dan Pasar Pa’baeng-baeng melakukan penarikan retribusi kepada pedagang baik hariaan maupun bulanan. Namun retribusi yang terkumpul tersebut digunakan untuk biaya operasional pasar termasuk belanja gaji pegawainya pengeola. Namun retribusi tersebut tidak termasuk peruntukkan jaminan terhadap barang-barang dagangannya ketika terjadi bencana kebakaran dan pencurian sekalipun telah disiapkan pihak keamanan pada area pasar tersebut. Pemberdayaan Pasar Tradisional Chambers, mendefinisikan pemberdayaan sebagai sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat “people- centered, participatory, empowering, and sustainable” Chambers,1988. Pemberdayaan merupakan suatu upaya yang harus diikuti dengan tetap memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh setiap masyarakat. dalam rangka itu pula diperlukan langkah-langkah yang lebih positif selain dari menciptakan iklim dan suasana. perkuatan ini meliputi langkah-langkah nyata dan menyangkut penyediaan berbagai masukan input serta membuka akses kepada berbagai peluang opportunities yang nantinya dapat membuat masyarakat menjadi semakin berdaya. Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 15 Tahun 2009 Pasal 1 ayat 5 menyebutukan bahwa Pemberdayaan adalah segala upaya pemerintah daerah dalam melindungi pasar tradisional, usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi agar tetap eksis dan mampu berkembang menjadi suatu usaha yang lebih berkualitas baik dari aspek manajemen dan fisik/tempat agar dapat bersaing dengan pasar modern. Lebih lanjut Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 15 Tahun 2009 Pasal 21 ayat 6 menyebutukan bahwa dalam melakukan pemberdayaan pada pasar tradisional, usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi serta pelaku-pelaku usaha yang ada di dalamnya, pemerintah daerah berkewajiban melakukan pemberdayaan dalam berbagai aspek a pembinaan terhadap para pedagang pasar tradisional, b pemberian subsidi kepada pasar tradisional, c upaya peningkatan kualitas dan sarana pasar tradisional, serta d fasilitasi pembentukan wadah atau asosiasi pedagang sebagai sarana memperjuangkan hak dan kepentingan para pedagang. 1. Pembinaan terhadap para pedagang pasar tradisional Dalam rangka memberikan perlindungan dan pemberdayaan pasar tradisional, usaha mikro, kecil, menengah, koperasi, Pemerintah daerah mengatur dan melakukan pembinaan terhadap pelaku ekonomi sektor informal agar tidak mengganggu keberlangsungan dan ketertiban pasar tradisional. Pembinaan pedagang dilakukan pemerintah agar terjaganya kebersihan, keindahan, ketetiban, kemanan dan kesehatan lingkungan. Para pedagang adalah pihak yang memenuhi kebutuhan ekonominya dengan cara berjualan. 9 Melalui pembinaan yang efektif, tentu akan memudahkan pihak manajemen PD Pasar Makasasar Raya dalam proses pencapaian tujuanya. Analisis hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dasarnya tidak semua pedagang memperoleh hak yang sama atas pembinaan dari pihak PD Pasar Makassar Raya. Tentu pemberian kartu pedagang tidak hanya sekedar memberikan kartu semata, melaainkan ada maksud dan tujuan tertentu. Salah satu manfaaat yang dapat dirasakan oleh para pedagang dengan hadirnya kartu tersebut adalah memudahkan baginya dalam hal kepemilikan Hak Guna Bangunan atas lods yang digunakan berjualan. Kartu tersebut data dijadikan sebagai kepemilikian hak untuk menempati menjual dan tidak bisa lagi diambil alih oleh pedagang lain, kecuali jika pedagang yang lama tersebut sudah tidak mau berjualan lagi di pasar tersebut. Bentuk pembinaan yang dilakukan oleh pihak PD Pasar selama ini lebih mengedapankan sistem perwakilan saja. Hal ini dilakukan mengingat banyaknya pedagang yang tersebaar kepada seluruh Pasar tradisional di Kota Makassar. Berbicara efektivitas, tentu model tersebut kurang efektif karena rentan terhadap distorsi informasi yang disampaikan oleh pihak PD Pasar Makassar Raya. Model perwakilan tersebut akan efektif hanya sampai pada pihak perwakilannya saja, tetapi tidak demikian antara pihak perwakilan dengan pihak pedagang. 2. Pemberian subsidi kepada pasar tradisional Persoalan subsidi, khususnya dalam konteks sebagai bentuk campur tangan negara dalam perekonomian. Sebagai sebuah pilihan keterlibatan negara, perdebatan terhadap isu subsidi tidak hanya mencakup disain kebijakan apa saja yang seharusnya dirancang oleh pemerintah tetapi juga ba-gaimana subsidi itu bisa dikelola secara optimal. Hal ini tentunya diarahkan dalam rangka mencapai dua misi sekaligus, yakni di satu sisi subsidi dapat menjadi wahana dalam rangka meningkatkan kepuasan pedagang dan pembeli masyarakat terhadap subsidi atau bantuan terhadap pasar tradisional tersebut. Analisis hasil penelitian menunjukkan bahwa bantuan yang selama ini dirasakan oleh pedagang dan pembeli masyarakat adalah hanya yang bersumber dari Corporate Social Responsibility CSR. Anggaran tersebut pun masih dinilai masih kurang karena kondisi pasar yang sudah tua namun anggaran yang tersediaa hanya untukbiaya rehabilitasi perbaikan saja. Saat peneliti mengkonfirmasi kepada pihak PD Pasar Makassar Raya, pihak PD Pasar Makassar Raya enggan untuk memberikan besaran nilai anggaran yang dikelola tersebut. Sejauh ini belum ada subsidi yang diberikan khusus untuk pada pedagang di pasar sebagai dana stimulus bagi pedagang. Dana CSR yang dikelola namun belum efektif karena masih minim sementara hampir semua pasar tradisional di Kota Makasar yang butuh serapan anggaran tersebut. Dengan demikian, pendistribusian dana CSR tersebut dikeluhkan oleh sebagian besar para pedagang karena memang tidak semua pasar mendapatkan serapan anggaran CSR tersebut, tetapi didistribusikan dengan prinsip prioritas. 3. Peningkatan kualitas dan sarana pasar tradisional Sarana dan prasarana, tentu tidak asing dengan kata tersebut. Seperti yang diketahui bahwa sarana merupakan barang atau benda yang dapat dipindah atau digerakan untuk menunjang pelaksanaan tugas dan 10 JIAP Jurnal Ilmu Administrasi Publik Vol. 9, No. 1, Maret, 2021 48-59 unit, sementara prasarana merupakan barang atau bendaa yang tidak dapat digerakkan untuk menunjang pelaksanaan tugas dan unit. Agar sarana dan prasarana yang telah ada dapat digunakan dengan baik, maka dibutuhkan pengelolaan yang baik pula, karena apabila tidak memiliki pengetahuan yang cukup dalam pengelolaan sarana dan prasarana dikhawatirkan terjadi kurangnya maksimal dalam penempatan sarana dan prasarana. Berdasarkan hasil observasi peneliti, seluruh Pasar tradisional yang ada di Kota Makassar masih menggunakan gedung lama usia bangunan sekitar 30 tahun kecuali pasar Maricaya yang ada di Kecamatan Rappocini telah mendapatkan DAK APBN untuk pembangunan pasarnya. Analisis hasil penelitian menunjukkan bahwa salah satu keluh kesah yang disampaikan oleh pihak PD Pasar atas kondisi bangunan Pasar tradisional yang ada di Kota Makassar. Sejauh ini, memang pasar tradisional terkesan kumuh dan kotor. Hal tersebut karena kondisi bangunan yang sudah tua sehingga kurang layak untuk ditempati menjual. Selain bantuan anggaran pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, pihak PD Pasar Makassar Raya masih terkendala dengan kondisi sumber daya manusia dalam pengelolaan pasar tradisional di Kota Makassar. Masih minimnya sumber daya pengelola baik kuantitas maupun kualitas semakin menjadikan pengelolaan pasar tradisional kurang efektif. Tenaga kebersihan yang ditugaskan pada setiap pasar hanya kisaran satu orang hingga tiga orang dalam setiap pasar. Tentu kondisi demikian menjadikan pekerjaaannya menjadi kurang efektif karena luas pasar yang kurang sesuai dengan tenaga kebersihan. Jika selama ini masyarakat lebih nyaman dengan suasana yang bersih pada pasar modern, itu karena pengelolaannya yang cukup efektif. Salah atu caranya adalah menyiapkan petugas kebersihan yang selalu siap membersihkan area tokonya dengan setiap beberapa jam sekali, ada juga yang membersihkan setiap ada kotoran lumpur yag nempel, dan bahkan ada toko yang menerapkan dengan membersihkan area tokonya setiap jam. Tentu hal tersebut akan memberikan dampak yang positif, yakni terciptanya ara toko yang bersih. Namun beda lagi dengan manajemen pengelolaan kebersihan yang dilakukan di Pasar tradisional di Kota Makassar. Petugas kebersihan hanya bekerja 2 kali dalam sehari, yakni pada pagi atau subuh hari sebelum pasar tersebut dibuka dan pada sore hari pada saat pengujung pasar sudah sepi. Model demikian tentu kurang efektif karena pada siang harinya pasar akan menjadi jorok karena banyaknya sampah dan tidak dibersihkan. Jika sudah dibersihkan pada sore harinya, maka yang menikmatinya adalah para pedagang sendiri karena pada sore hari tersebut pembeli sudah jarang untuk masuk pasar. Padahal yang menjadi target utama dalam pelayanan adalah pembeli masyarakat itu sendiri. 4. Fasilitasi pembentukan wadah atau asosiasi pedagang sebagai sarana memperjuangkan hak dan kepentingan para pedagang Pasar tradisional baik bangunan maupun karakter sosialnya merupakan aset daerah sekaligus perekat hubungan sosial dalam masyarakat. Runtuhnyaa pasar tradisional sebetulnya meruntuhkan bangunan sosial, ekonomi kerakyatan dan memori kolektif masyarakatnya, hingga akhirnya menjalar pada 11 pudarnya sosialitas masyarakat. Patut disayangkan jika pasar tradisional tergusur oleh deru modernitas, mengingat, sisi historis, potensi sosial, ekonomi maupun budaya yang telah berkembang lama. Untuk itu, setiap perubahan terhadap makna dan tata ruang penting untuk di dialogkan dengan warga masyarakat. Ada ruang partisipasi publik yang melibatkan warga dalam menghadapi perubahan yang terjadi dalam komunitasnya. Sehingga identitas yang dikehendaki warga kemudian tidak tercerabut oleh kebijakan satu arah dari pemegang kuasa. Dengan demikian masyarakat memiliki kontrol terhadap perkembangan kotanya. Pasar tradisional pun akan tetap mempunyai pesona tersendiri di tengah kehidupan masyarakat modern jika dikelola secara baik dengan mempertahankan keunikan dan karakter khasnya. Analisis hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya komunikasi dan koordinasi yang kurang efektif antara para pedagang dengan pihak PD Pasar Makassar Raya. Menurut pihak PD Pasar Makassar Raya, asosiasi pedagang tadisional sudah terbentuk, namun sangat disayangkan karena kehadirannya belum diketahu oleh pedagang secara keseluruhan. Hal tersebut karena masih rendahnya eksistensi atas asosiasi tersebut sehingga kehadirannya belum diketahui oleh pedagang secara keseluruhan. Hasilnya asosiasi tersebut juga diharapkan kedepannya agar lebih aktif lagi sebagai jembatan antara kepentingan pedagang dengan pihak pemerintah melalui PD Pasar Makasasr Raya serta dalam memperjuangkan hak-hak para pedagang. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa tata kelola pasar tradisional di Kota Makassar ditinjau pada aspek perlindungan pasar tradisional belum berjalan dengan efektif. lokasi usaha atau pasar yang sulit diakses sehingga pedagang kadangkala lebih memilih berjualan di pinggir jalan karena mudah dijangku oleh pembeli namun mengakibatkan kemacetan lalu lintas pada kawasan sekitar. Selain itu, juga disebaban karena masih lemahnya keberpihakan pemerintah daerah terhadap para pedagang di pasar tradisional. Hal ini ditandai dengan rendahnya pengawasan atas hadirnya pasar modern mini market yang lokasinya tidak jauh dari area pasar tradisioal padahal telah diatur secara nasional terkait dengan jarak minimal yang diperbolehkan. Sementara pada aspek pemberdayaan pasar tradisional juga belum berjalan dengan efektif. Hal ini ditandai dengan masih rendahnya pembinaan yang dilakukan oleh pihak PD Pasar Makasasr Raya teerhadap para pedagang. Sejauh ini, pedagang juga merasa kurangnya perhatian pihak PD Pasar Makassar Raya terhadap para pedagang karena pengembangan sarana dan prasarana yang minim padahal pembayaran retribusi oleh pedagang berjalan terus. Oleh sebab itu, peneliti menyarankan agar pihak PD Pasar Makassar Raya perlu meningkatkan manajemen dalam pengelolaaan pasar tradisional agar dapat bersaing bahkan lebih unggul daripada pasar modern. Salah atu caranya adalah memulai dengan mengidentifikasi ulang terkait dengaan kebutuhan sumber daya pengelola yang akan ditempatkan pada setiap apsar tradisional. Selanjutnya dengan pembangunan gedung yang layak dan penyediaan lahan parkir serta menata ulang konsep penataan posisi lods sehingga tidak ada lagi pedagang yang berjualan di pinggir jalan dan pelataran. Sistem kerja pegawai terutama petugas kebersihan 12 JIAP Jurnal Ilmu Administrasi Publik Vol. 9, No. 1, Maret, 2021 48-59 perlu diubah agar bekerja setiap 2 jam untuk membersihkan area pasar dan tentunya dengan penambahan jumlah SDM terlebih dahulu. DAFTAR PUSTAKA Buku Menteri Perdagangan Republik Indonesia. 2008. “Pasar Tradisional yang Modern dalam Rangka Peningkatan Toddopuli Saing Pasar Tradisional”. Jakarta Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Sinaga, Pariaman. 2008. “Menuju Pasar yang Berorientasi pada Perilaku Konsumen”. Bahan pada Pertemuan Nasional tentang Pengembangan Pasar Tradisional oleh Koperasi dan UKM. Syahribulan. 2012. “Studi Kelembagaan dalam Implementasi Kebijakan Pengelolaan Pasar Tradisional di Kota Makassar”. Disertasi Universitas Hasanuddin Makassar. Jurnal Anirwan dan Ismail. 2018. Implementasi Kebijakan Pasar Tradisional di Kota Makassar. Jurnal Ilmiah SHARE Volume 1 2, p 1-11. Asmah. 2018. Analisis Efektivitas Kebijakan Pemerintah Kota Makassar No 15 Tahun 2009 tentang Perlindungan Pemberdayaan Pasar Tradisional dan Penataan Pasar Modern. Jurnal Al-Daulah Volume 7 2, p 221-233. Effendi, Nursyirwan. 2006. “Keberadaan dan Fungsi Pasar Tradisional”. Jurnal Antropologi Volume 7 11. Wasilah, dkk. 2017. “Pasar Tradisional dengan Penataan Modern di Kota Makassar”. Nature Academic Journal of Architecture Volume 4 7, p 11-20. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2007, tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern. Peraturan Menteri Perdagangan tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 15 Tahun 2009, tentang Perlindungan, Pemberdayaan Pasar Tradisional dan Penataan Pasar Modern. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this has not been able to resolve any references for this publication.

Padawaktu itu, di Asia Tenggara terdapat salah satu daerah pusat perdagangan yang sangat ramai dikunjungi. Daerah tersebut adalah Malaka sedangkan daerah sumber rempah-rempahnya adalah Maluku. Bagi Portugis, cara termudah menguasai perdagangan di sekitar Malaka termasuk di Maluku adalah dengan merebut atau menguasai Malaka.
Kerajaan MakassarMakassar merupakan pusat perdagangan di Indonesia bagian Timur. Hal ini disebabkan karna letak wilayah Makassar yang strategis dan menjadi bandar penghubung antara Malaka, Jawa, dan Maluku. Lemahnya pengaruh Hindu-Buddha di kawasan ini menyebabkan nilai-nilai kebudayaan Islam yang dianut oleh masyarakat di Sulawesi Selatan menjadi ciri yang cukup menonjol dalam aspek kebudayaannya. Kerajaan Makassar mengembangkan kebudayaan yang didasarkan atas nilai-nilai Islam dan tradisi dagang. Berbeda dengan kebudayaan Mataram yang bersifat agraris, masyarakat Sulawesi Selatan memiliki tradisi merantau. Keterampilan membuat perahu phinisi merupakan salah satu aspek dari kebudayaan berlayar yang dimiliki oleh masyarakat Sulawesi masa pemerintahan Sultan Hasanuddin 1654-1660, Kerajaan Makassar mencapai puncak kejayaannya. Ia berhasil membangun Makassar menjadi kerajaan yang menguasai jalur perdagangan di wilayah Indonesia Bagian Timur. Pada masa Hasanuddin terjadi peristiwa yang sangat penting. Persaingan antara Goa-Tallo Makassar dengan Bone yang berlangsung cukup lama diakhiri dengan keterlibatan Belanda dalam Perang Makassar 1660-1669. Perang ini juga disulut oleh perilaku orang-orang Belanda yang menghalang-halangi pelaut Makassar membeli rempah-rempah dari Maluku dan mencoba ingin memonopoli perdagangan. Sebagai salah satu kota dan Bandar niaga di Asia Tenggara, Somba Opu memiliki setidak – tidaknya lima konsul dagang Eropa sebagai tempat perwakilan dagang Negara – Negara Eropa di kerajaan itu. Konsulat dagang yang ada di Somba Opu antara lain, Konsulat Portugis, Konsulat Denmark, Konsulat Inggris, Konsulat Spanyol dan Konsulat Belanda. Namun Konsulat Belanda menarik diri pada tahun 1661 karena tahun 50an perusahaan - perusahaan ekspedisi Belanda berlomba-lomba mengirimkan armadanya untuk memperebutkan rempah Indonesia. Akibat persaingan itu adalah meningkatnya pengiriman rempah ke Eropa dan naiknya harga rempah. Untuk mengatasi persaingan dagang yang tidak sehat pada tahun 1602 perusahaan-perusahaan ekspedisi Belanda itu akhirnya melebur menjadi satu pada tanggal 20 Maret 1602 dengan nama Vereenigde Oost-Indische Compagnie VOC atau Perserikatan Maskapai Hindia Timur. Dalam lidah kita persekutuan dagang itu dikenal dengan nama Kompeni dari kata Compagnie. Namun perwakilan dagang VOC di Somba Opu tidak terlalu berkembang karena kekurangan modal dibandingkan dengan perwakilan – perwakilan dagang Eropa lainnya. Akibatnya perwakilan dagang VOC tutup. Memang, sementara volume perdagangan antara Gowa dengan Negara – Negara Eropa lainnya berkembang sedangkan VOC malah terancam bangkrut. Pedagang rempah di Maluku yang selama ini menjadi sumber utama VOC telah segan untuk berdagang dengan VOC karena memasok harga dibawah standar Somba Opu. Akibatnya ibukota Somba Opu semakin ramai dan semarak menjadi ajang tawar – menawar perdagangan. Dan oleh sebab itu juga Somba Opu menjadi incaran utama pedagang – pedagang dari Eropa untuk mendapatkan modal yang bangkrutnya VOC yaitu disebabkan karena mereka lagi berperang dengan Malaka. Sejak jatuhnya kerajaan Malaka ke tangan kompeni banyak pedagang asing yang merupakan saingan kompeni membangun ,usaha di Makassar yang merupakan pusat perdagangan. Melihat kejayaan kerajaan Makassar. Kompeni berniat hendak mematikan usaha – usaha dagang yang sungguh sangat maju dan semarak itu. Kompeni tidak tahan melihat perdagangan Cengkeh hasil dari Kepulauan Maluku yang di usahakan pedagang – pedagang Spanyol, Portugis, Inggris dan bangsa lain – lain berjalan sangat pesat di Somba Opu yang merupakan sebagai pelabuhan transito. Pada tahun 1637 terjadi peperangan antara pedagang – pedagang asing alinasi Portugis, Inggris, Spanyol, Denmark dan Francis dengan Belanda karena mereka menilai Belanda telah merusak tata niaga perdagangan dan menentang prinsip – prinsip Perjanjian Eropa West Phalia dan Perjanjian Hiderabat. Sultan Hasanuddin yang merupakan raja dari Kerajaan Makassar pada saat itu membantu aliansi Eropa melawan Belanda dalam perang. Akibatnya kompeni Belanda terdesak di beberapa wilayah di Maluku dan Selat Makassar. Bantuan Raja Sultan Hasanuddin dipandang sebagai perang terbuka oleh kompeni. Akibatnya Belanda lebih mengkonsentrasikan diri untuk merebut kota dagang Somba Opu. Terjadilah peperangan selama puluhan tahun, namun pada akhir tahun 1667 Kerajaan Makassar menyerah maka raja Sultan Hasanuddin dipaksa untuk menandatangani Perjanjian adanya daerah kekuasaan Makasar yang luas tersebut, maka seluruh jalur perdagangan di Indonesia Timur dapat dikuasainya. Sultan Hasanuddin terkenal sebagai raja yang sangat anti kepada dominasi asing. Oleh karena itu ia menentang kehadiran dan monopoli yang dipaksakan oleh VOC yang telah berkuasa di Ambon. Untuk itu hubungan antara Batavia pusat kekuasaan VOC di Hindia Timur dan Ambon terhalangi oleh adanya kerajaan Makasar. Dengan kondisi tersebut maka timbul pertentangan antara Sultan Hasannudin dengan VOC, bahkan menyebabkan terjadinya peperangan. Peperangan tersebut terjadi di daerah Maluku. Dalam peperangan melawan VOC, Sultan Hasannudin memimpin sendiri pasukannya untuk memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku. Akibatnya kedudukan Belanda semakin terdesak. Atas keberanian Sultan Hasannudin tersebut maka Belanda memberikan julukan padanya sebagai Ayam Jantan dari Timur. Upaya Belanda untuk mengakhiri peperangan dengan Makasar yaitu dengan melakukan politik adu-domba antara Makasar dengan kerajaan Bone daerah kekuasaan Makasar. Raja Bone yaitu Aru Palaka yang merasa dijajah oleh Makasar meminta bantuan kepada VOC untuk melepaskan diri dari kekuasaan Makasar. Sebagai akibatnya Aru Palaka bersekutu dengan VOC untuk menghancurkan Makasar. Akibat persekutuan tersebut akhirnya Belanda dapat menguasai ibukota kerajaan Makasar. Dan secara terpaksa kerajaan Makasar harus mengakui kekalahannya dan menandatangai perjanjian Bongaya tahun 1667 yang isinya tentu sangat merugikan kerajaan dari perjanjian Bongaya antara laina. VOC memperoleh hak monopoli perdagangan di Belanda dapat mendirikan benteng di Makasar harus melepaskan daerah-daerah jajahannya seperti Bone dan pulau-pulau di luar Aru Palaka diakui sebagai raja perjanjian telah diadakan, tetapi perlawanan Makasar terhadap Belanda tetap berlangsung. Bahkan pengganti dari Sultan Hasannudin yaitu Mapasomba putra Hasannudin meneruskan perlawanan melawan Belanda. Untuk menghadapi perlawanan rakyat Makasar, Belanda mengerahkan pasukannya secara besar-besaran. Akhirnya Belanda dapat menguasai sepenuhnya kerajaan Makasar, dan Makasar mengalami kehancurannya. Perang Makasar 1666-1668 sebenarnya dipicu oleh perang dagang antara Kerajaan Makasar yang menjadikan pelabuhannya bebas dikunjungi oleh kapal-kapal dari Eropa ataupun dari Asia dan Nusantara, dengan pihak VOC yang ingin memaksakan monopoli. Pelabuhan Makasar dianggap menyaingi perniagaan VOC. Keinginan VOC untuk mengontrol jalur perniagaan laut, ditolak oleh Sultan Hasanuddin. Dalam kebudayaan bahari yang dimiliki oleh orang Makasar, mereka memiliki filosofi bahwa secara umum laut adalah milik bersama, siapapun boleh melayarinya. Permintaan VOC agar Sultan menerima monopoli perdagangan di Makasar itolak oleh Sultan Hasanuddin. Bahkan Sultan mengatakan“Tuhan telah menciptakan bumi dan lautan, telah membagi-bagi daratan di antara umat manusia. Tetapi mengaruniakan laut untuk semuanya. Tak pernah kedengaran larangan buat siapapun untuk mengarungi lautan.”Jawaban ini meneguhkan semangat orang-orang Makasar untuk melawan tindakan yang memaksakan kehendak, padahal sudah sejak lama, perniagaan laut di Asia Tenggara ini berjalan dengan sistem pasar bebas. Pihak penguasa hanya mengontrol keamanan laut dan pelabuhan dengan menarik cukai atas bermacam mata dagangan. Bahkan para penguasa juga menjadi kaya karena menjadi juragan atau pemilik kapal- kapal dagang. Namun sejak kekalahan dalam Perang Makasar banyak bangsawan, saudagar, dan pelaut Makasar yang meninggalkan kampung halamannya pergi merantau ke seluruh kepulauan itu sebagaian besar bangsawan Bugis di Wajo yang menjadi sekutu Kerajaan Gowa-Tallo juga melakukan pengungsian setelah ibukota kerajaan di Tosora dihancurkan oleh VOC. Peperangan yang terjadi kemudian pada pertengahan abad ke 18 antara Kerajaan Bone melawan Kerajaan Gowa-Tallo dan Kerajaan Wajo juga makin menambah besar jumlah penduduk yang mengungsi. Namun para pengungsi Makasar dan Bugis generasi awal telah beradaptasi dengan baik di lingkungan barunya. Kebanyakan orang Bugis kemudian menetap di wilayah kepulauan Riau dan Semenanjung Malaya, sementara orang Makasar di Jawa dan Madura. Sedangkan dalam jumlah kecil mereka menyebar hampir di seluruh wilayah kepulauan Indonesia. Dalam proses awal adaptasi, Andaya melihat bahwa para pengungsi Makasar awalnya mengalami kegagalan karena sifat mereka terus memusuhi VOC, sehingga di Jawa Timur, Karaeng Galengsung dan pengikutnya, mendukung pemberontakan Trunojoyo melawan Mataram dan VOC, yang pada akhirnya mengalami kekalahan pada tahun 1679. Hal yang sama juga terjadi di Banten ketika Karaeng Bontomarannu tiba di Banten dengan 800 orang pengikutnya dan mendapatkan tempat tinggal dari SultanBanten, sampai kemudiaan ditinggalkan akibat perang antara VOC dan Banten tahun menurut Andaya, para pengungsi dari Bugis tidak memposisikan sebagai musuh VOC dengan tidak mendukung perlawanan penguasa setempat terhadap VOC. Sehingga orang-orang Bugis ini relatif tidak dicurigai oleh VOC. Para bangsawan Bugis dan pengikutnya yang berada di tanah Semenanjung Malaya justru diminta bantuan oleh Sultan Johor, Abd al-Jalil untuk melawan saingannya, Raja Kecik, yang ingin merebut tahta dengan bantuan Orang Laut. Setelah musuhnya berhasil dikalahkan, Sultan memberikan daerah kepulauan Riau sebagai tempat tinggal orang-orang Bugis. Pada abad ke-18, para bangsawan Bugis ini kemudian membentuk kerajaan yang otonom di kepulauan antara rakyat Makassar dengan VOC terjadi. Pertempuran pertama terjadi pada tahun 1633. Pada tahun 1654 diawali dengan perilaku VOC yang berusaha menghalang-halangi pedagang yang akan masuk maupun keluar Pelabuhan Makassar mengalami kegagalan. Pertempuran ketiga terjadi tahun 1666-1667, pasukan kompeni dibantu olehpasukan Raja Bone Aru Palaka dan pasukan Kapten Yonker dari Ambon. Angakatan laut VOC, yang dipimpin oleh Spleeman. Pasukan Arung Palakka mendarat din Bonthain dan berhasil mendorog suku Bugis agar melakukan pemberontakan terhadap Sultan Hasanudin. Penyerbuan ke Makassar dipertahankan oleh Sultan Hasanudin. Sultan Hasanudin terdesak dan dipaksa untuk menandatangani perjanjian perdamaian di Desa Bongaya pada tahun penyebab kegagalan rakyat Makassar adalah keberhasilan politik adu domba Belanda terhadap Sultan Hasanudin dengan Arung Palakka. Membantu Trunojoyo dan rakyat Banten setiap melakukan perlawanan terhadap disahkannya perjanjian Bongaya, maka Rakyat Gowa merasa sangat dirugikan oleh karena itu perangpun kembali berkecamuk. Pertempuran hebat itu membuat Belanda cemas, sehingga menambah bala bantuan dari batavia. Dalam pertempuran dahsyat pada bulan Juni 1669 yang cukup banyak menelan korban di kedua belah pihak, akhirnya Belanda berhasil merebut benteng pertahanan yang paling kuat di Somba Opu. Benteng Somba Opu diduduki Belanda sejak 12 Juni 1669 dan kemudian dihancurkan, setelah pasukan Gowa mempertahankannya dengan gagah berani. Peperangan demi peperangan melawan Belanda dan bangsanya sendiri Bone yang dialami Gowa, membuat banyak kerugian. Kerugian itu sedikit banyaknya membawa pengaruh terhadap perekonomian Gowa. Sejak kekalahan Gowa dengan Belanda terutama setelah hancurnya benteng Somba Opu, maka sejak itu pula keagungan Gowa yang sudah berlangsung berabad-abad lamanya akhirnya mengalami kemunduran. Akibat perjanjian Bongaya, pada tahun 1667 sultan Hasanuddin Tunduk. Dalam perjanjian itu, nyatalah kekalahan Makassar. Pardagangannya telah habis dan negeri-negeri yang ditaklukkannya harus dilepaskan. Apalagi sejak Arung Palakka menaklukkan hampir seluruh daratan Sulawesi Selatan dan berkedudukan di Makassar, maka banyak orang Bugis yang pindah di Makassar. Sejak itu pula penjajahan Belanda mulai tertanam secara penuh di Indonesia. Makassar, sebagai ibukota kerajaan Gowa mengalami pengalihan-pengalihan baik dari segi penguasaan maupun perkembangan-perkembangannya. Pengaruh kekuasaan gowa makin lama makin tidak terasa di kalangan penduduk Makassar yang kebanyakan pengikut Aru Palaka dan Belanda . benteng Somba Opu yang selama ini menjadi pusat politik menjadi kosong dan sepi. Pemerintahan kerajaan Gowa yang telah mengundurkan diri dari Makassar Yang berada dalam masa peralihan ke Kalegowa dan Maccini Sombala tidak dapat dalam waktu yang cepat memulihkan diri untuk menciptakan stabilitas dalam negeri. Namun demikian Sultan Hasanuddin telah menunjukkan perjuangannya yang begitu gigih untuk membela tanah air dari cengkraman penjajah. Akibat lain dari perjanjian ini adalah semua hubungan dengan orang-orang Makassar di daerah ini harus diputuskan. Bagi VOC, orang-orang Makassar merupakan para pengacau dan penyulut kekacauan karena hubungan Sumbawa dan Makassar yang telah berjalan lama. Pada 1695, orang-orang Makassar melakukan pelarian dalam jumlah besar ke daerah Manggarai. Bahkan, perpindahan orang-orang Makassar itu telah berlangsung sejak 1669, setelah Kerajaan Gowa ditaklukkan VOC dan ditandatanganinya Perjanjian Bongaya pada ini meneguhkan semangat orang-orang Makasar untuk melawan tindakan yang memaksakan kehendak, padahal sudah sejak lama, perniagaan laut di Asia Tenggara ini berjalan dengan sistem pasar bebas. Pihak penguasa hanya mengontrol keamanan laut dan pelabuhan dengan menarik cukai atas bermacam mata dagangan. Bahkan para penguasa juga menjadi kaya karena menjadi juragan atau pemilik kapal- kapal dagang. Namun sejak kekalahan dalam Perang Makasar banyak bangsawan, saudagar, dan pelaut Makasar yang meninggalkan kampung halamannya pergi merantau ke seluruh kepulauan itu sebagaian besar bangsawan Bugis di Wajo yang menjadi sekutu Kerajaan Gowa-Tallo juga melakukan pengungsian setelah ibukota kerajaan di Tosora dihancurkan oleh VOC. Peperangan yang terjadi kemudian pada pertengahan abad ke 18 antara Kerajaan Bone melawan Kerajaan Gowa-Tallo dan Kerajaan Wajo juga makin menambah besar jumlah penduduk yang mengungsi. Namun para pengungsi Makasar dan Bugis generasi awal telah beradaptasi dengan baik di lingkungan barunya. Kebanyakan orang Bugis kemudian menetap di wilayah kepulauan Riau dan Semenanjung Malaya, sementara orang Makasar di Jawa dan Madura. Sedangkan dalam jumlah kecil mereka menyebar hampir di seluruh wilayah kepulauan Indonesia. Dalam proses awal adaptasi, Andaya melihat bahwa para pengungsi Makasar awalnya mengalami kegagalan karena sifat mereka terus memusuhi VOC, sehingga di Jawa Timur, Karaeng Galengsung dan pengikutnya, mendukung pemberontakan Trunojoyo melawan Mataram dan VOC, yang pada akhirnya mengalami kekalahan pada tahun 1679. Hal yang sama juga terjadi di Banten ketika Karaeng Bontomarannu tiba di Banten dengan 800 orang pengikutnya dan mendapatkan tempat tinggal dari SultanBanten, sampai kemudiaan ditinggalkan akibat perang antara VOC dan Banten tahun menurut Andaya, para pengungsi dari Bugis tidak memposisikan sebagai musuh VOC dengan tidak mendukung perlawanan penguasa setempat terhadap VOC. Sehingga orang-orang Bugis ini relatif tidak dicurigai oleh VOC. Para bangsawan Bugis dan pengikutnya yang berada di tanah Semenanjung Malaya justru diminta bantuan oleh Sultan Johor, Abd al-Jalil untuk melawan saingannya, Raja Kecik, yang ingin merebut tahta dengan bantuan Orang Laut. Setelah musuhnya berhasil dikalahkan, Sultan memberikan daerah kepulauan Riau sebagai tempat tinggal orang-orang Bugis. Pada abad ke-18, para bangsawan Bugis ini kemudian membentuk kerajaan yang otonom di kepulauan antara rakyat Makassar dengan VOC terjadi. Pertempuran pertama terjadi pada tahun 1633. Pada tahun 1654 diawali dengan perilaku VOC yang berusaha menghalang-halangi pedagang yang akan masuk maupun keluar Pelabuhan Makassar mengalami kegagalan. Pertempuran ketiga terjadi tahun 1666-1667, pasukan kompeni dibantu olehpasukan Raja Bone Arung Palakka dan pasukan Kapten Yonker dari Ambon. Angakatan laut VOC, yang dipimpin oleh Spleeman. Pasukan Arung Palakka mendarat din Bonthain dan berhasil mendorog suku Bugis agar melakukan pemberontakan terhadap Sultan Hasanudin. Penyerbuan ke Makassar dipertahankan oleh Sultan Hasanudin. Sultan Hasanudin terdesak dan dipaksa untuk menandatangani perjanjian perdamaian di Desa Bongaya pada tahun penyebab kegagalan rakyat Makassar adalah keberhasilan politik adu domba Belanda terhadap Sultan Hasanudin dengan Arung Palakka. Membantu Trunojoyo dan rakyat Banten setiap melakukan perlawanan terhadap disahkannya perjanjian Bongaya, maka Rakyat Gowa merasa sangat dirugikan oleh karena itu perangpun kembali berkecamuk. Pertempuran hebat itu membuat Belanda cemas, sehingga menambah bala bantuan dari batavia. Dalam pertempuran dahsyat pada bulan Juni 1669 yang cukup banyak menelan korban di kedua belah pihak, akhirnya Belanda berhasil merebut benteng pertahanan yang paling kuat di Somba Opu. Benteng Somba Opu diduduki Belanda sejak 12 Juni 1669 dan kemudian dihancurkan, setelah pasukan Gowa mempertahankannya dengan gagah berani. Peperangan demi peperangan melawan Belanda dan bangsanya sendiri Bone yang dialami Gowa, membuat banyak kerugian. Kerugian itu sedikit banyaknya membawa pengaruh terhadap perekonomian Gowa. Sejak kekalahan Gowa dengan Belanda terutama setelah hancurnya benteng Somba Opu, maka sejak itu pula keagungan Gowa yang sudah berlangsung berabad-abad lamanya akhirnya mengalami kemunduran. Akibat perjanjian Bongaya, pada tahun 1667 sultan Hasanuddin Tunduk. Dalam perjanjian itu, nyatalah kekalahan Makassar. Pardagangannya telah habis dan negeri-negeri yang ditaklukkannya harus dilepaskan. Apalagi sejak Arung Palakka menaklukkan hampir seluruh daratan Sulawesi Selatan dan berkedudukan di Makassar, maka banyak orang Bugis yang pindah di Makassar. Sejak itu pula penjajahan Belanda mulai tertanam secara penuh di Indonesia. Makassar, sebagai ibukota kerajaan Gowa mengalami pengalihan-pengalihan baik dari segi penguasaan maupun perkembangan-perkembangannya. Pengaruh kekuasaan gowa makin lama makin tidak terasa di kalangan penduduk Makassar yang kebanyakan pengikut Arung Palakka dan Belanda . benteng Somba Opu yang selama ini menjadi pusat politik menjadi kosong dan sepi. Pemerintahan kerajaan Gowa yang telah mengundurkan diri dari Makassar Yang berada dalam masa peralihan ke Kalegowa dan Maccini Sombala tidak dapat dalam waktu yang cepat memulihkan diri untuk menciptakan stabilitas dalam negeri. Namun demikian Sultan Hasanuddin telah menunjukkan perjuangannya yang begitu gigih untuk membela tanah air dari cengkraman penjajah.
. 160 165 32 70 289 216 16 361

makassar dengan cepat tampil sebagai salah satu pusat perdagangan